Mengenaskan, Inilah Pengakuan Mantan Pecandu Sabu

  • Bagikan
obat penawar sabu

Hai sahabat Bendera Asawaja! Sebelumnya, saya membahas bagaimana kalian menyikapi jika ada orang yang menawarkan narkoba kepada kalian. Namun, kali ini saya akan bercerita tentang seseorang yang pernah mengonsumsi sabu-sabu, kemudian dia insyaf, dan memutuskan untuk mondok. Ia seakan menemukan obat penawar sabu di pesantren.

Menjadi seorang pecandu narkoba tentu bukanlah cita-cita. Meski di sebagian benak generasi muda menjadi lifestyle ‘kebanggaan’ sebagai pemakai narkoba, namun etika dan moral di masyarakat khususnya keluarga, pemakai narkoba adalah aib. Aib yang harus dihindari dan dijauhi. Saking malu karena dimengerti sebagai aib, bahkan menyembunyikan bila ada anggota keluarga yang terlanjur menjadi pecandunya. Tanpa disadari, bahwa hal itu semakin membahayakan jiwa pecandunya. Pemahaman yang kabur tentang betapa berbahayanya ‘barang-barang bermerek narkoba’ itu, terkadang tak sanggup mengalahkan ‘gengsi’ dan harga diri keluarga di mata masyarakat.

Banyak faktor orang terseret ke dalam rayuan narkoba. Awal pemakai narkoba bukanlah kecelakaan, namun telah diketahui akan bahaya maupun dilarangnya barang tersebut. Namun rasa ingin tahu, penasaran, ingin mencoba, gaya hidup, dan lain sebagainya mengalhkan akal sehat. Akal sehat yang akan menjadi tidak sehat dengan digerogotinya oleh zat-zat jahat yang dikandung di dalamnya.

Seperti halnya Polan (nama samaran) demikian nama panggilan akrabnya. Dia adalah mantan seorang pecandu narkoba yang sempat ‘bersahabat’ dengan narkoba selama belasan tahun. Sekian lama jatuh bangun menjalani kehidupan kelam seorang pecandu. Hingga semangat perubahan meneranginya untuk mengubah gaya hidup suram menjadi gaya hidup sehat seperti umumnya. Tentunya tidak mudah dilakukannya, namun bertahap Polan menemukan titik terang dari perjalanan suram masa lalunya yang hampir tak ada impian masa depan di dalam benaknya saat itu.

Polan bukanlah dari keluarga yang bermasalah. Bersama kakak perempuannya yang dulu mondok di Banat, ia mempunyai masa kecil indah dengan keluarganya. Perawakan yang terlihat adalah gagah, tegap. Raut wajahnya mengekspresikan optimisme saat bertutur kisah. Dilahirkan di Gombak Kuala Lumpur, pria yang belum genap berusia 20 tahun ini sanggup bangkit dari keterpurukan hidup akibat godaan narkoba jenis sabu-sabu, yang dulu dengan antusias digelutinya. Tiada hari tanpa narkoba, mungkin motto yang cocok untuknya, saat itu.

Sebelum lanjut ceritanya, bagi kalian yang ingin mengetahui lebih detail tentang sabu, bisa mengunjungi situs ashefagriyapusaka.co.id.

Masa kecilnya dilalui di desanya. Seperti anak-anak kebanyakan, bangku sekolah dasar ditempuhnya. Hingga tamat. Lalu melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuhnya. Seiring pertumbuhan dan perkembangan jiwa remaja, hal-hal baru sangat menarik perhatiannya. 14 tahun. Angka yang tak bakal dilupakannya. Angka keramat saat dirinya terpenuhi rasa penasaran dan keingintahuan tentang sesuatu yang dianggap ‘keren’ namun keliru yang tak disadarinya, saat itu. Narkoba. Polan mencoba barang jenis narkoba yang ia pinta dari temannya untuk pertama kalinya.

Tak cukup hanya itu, kian hari Polan kecil semakin fasih dengan nama-nama narkoba yang dikonsumsinya. Dari narkoba jenis hisap dan pil menjadi ‘sahabat’ yang dicintainya selama belesan tahun. Rentang waktu yang bukan pendek. Di waktu-waktu itulah kesehariannya dilalui dengan ketergantungan pada barang haram itu. tentu saja secara sembunyi-sembunyi hal itu dilakukannya.

Entah berapa banyak uang saku, uang bayaran sekolah dipakainya untuk memenuhi kebutuhan itu. Hingga pertengahan SMA Polan belum terlepas dari narkoba. Kebutuhan narkoba yang semakin meningkat mambawanya menjadi pengedar diantara kawan-kawannya. Tidak hanya mengedarkan, tapi juaga merampok untuk memenuhi kebutuhan haramnya.

“Kalau tidak punya uang, kami bertujuh merampok,” tuturnya. Group yang beranggotakan tujuh orang tersebut merampok di suatu rumah yang dihuni oleh laki-laki china bersama dua istrinya. Waktu itu, jam menunjukkan pukul 03-an. Orang-orang gelap dalam tidurnya. Tidak ada satupun dari mereka yang menolong orang china tersebut. Ditambah dengan bunyi hujan yang mengguyur desa Gombak.

Orang yang bermata sipit tersebut berteriak. Tapi Polan menertawainya. “Berteriaklah sekares-kerasnya, karena tidak ada yang akan menolongmu,’ ungkap pria malaysia tersebut menirukannya. Uang, Mas, Kalung, TV, Laptop, dan lain-lainnya terkumpul di hadapan Polan. Mereka bertujuh bingung untuk membawanya karena terlalu banyak. Hingga akhirnya mereka mencari kunci mobilnya, dan membawa barang curian ketempat mereka.

Semua barang haram telah terbagikan di antara tujuh orang tersebut. Mereka saling berjanji untuk tidak melakukannya lagi. “Kami berjanji waktu itu,” jelasnya. Namun, salah satu dari mereka mengingkarinya. Ia ingin tamak akan harta, ia ingin mengajak teman-temannya untuk merampok kembali. Tidak ada dari mereka yang mengiakannya. Tapi, orang tersebut nikat, sekalipun Polan mencegahnya. Sehingga orang tersebut tertangkap basah di deban banyak orang.

Akibat temannya tersebut, semuanya ketahuan. Kelakuan 5 bulan yang silam terbongkar. Polan dicari Oleh Polisi. Polan pun melarikan diri, namun ketika ia hendak menyembunyikan sisa harta curiannya, ia digerebek oleh polisi dari berbagai arah. Ia pun pasrah. Dengan baju seragam SMA, polan dibawa ke kantor polisi. Beberapa siksaan yang dilakukan oleh pihak polisi tidak membuatnya jerah dan mengaku. “Kalau Cuma pukulan, tidak sakit,’ tuturnya.

Polisipun mengambil langkah bijak. Ia memukul polan di bawah kakinya, tempat terkumpulnya beberapa urat. Sehingga polan dan teman-temanya mengaku. Setelah 3 bulan berada di jeruji besi, ia dibebaskan dengan pertolongan tuhanya melalui salah satu keluarga pesantren. “Awalnya saya tidak tahu, saya ejek dia karena pakek sarung, setelah dia wiritan setengah jam, akhirnya saya dibebaskan. Disogok berapa bu, tanyaku. Saya tidak menyogok, tapi saya minta do’a ke Kiai itu, jawab ibuku,” ungkap sosok berbadan lebar tersebut.

Setelah itu, orang tua Polan ingin membayar keluarga pesantren tersebut. Tetapi beliau tidak mau. Beliau hanya minta Polan untuk dimondokkan. Permintaan beliau dikabulkan. Akan tetapi bukan suatu hal yang mudah bagi polan untuk menjalani hidup di Pesantren. Namun ia terus dipaksa oleh orang tuanya untuk ikut Beliau. Polan pun pasrah dan mengikuti beliau.

Tiga tato yang melekat di kedua bahu dan lututnya ia buang. Polan menyeterika lambang-lambang setan tersebut di dalem. Ia kembalikan dirinya kepada Allah. Polan bangkit dari keterpurukannya bersama santri-santri yang lain. Ia secara tidak langsung menemukan obat penawar sabu; yakni para santri yang momotivasinya sehari-hari.

Dia bersyukur akhirnya bisa bangkit dari jurang kehinaan. Dia menyadari peran keluarga terutama dari orangtuanya sangat besar. Dukungan dan motivasi yang diberikan mereka menjadi salah satu ‘spirit’ yang membangkitkannya untuk bergaya hidup sehat. Dukungan keluarga yang sangat dibutuhkannya.

Kini, pria yang dulunya pecandu narkoba tersebut telah kembali ke jalan yang benar. Cita-cita dari niat yang baik, membantu orang lain dari sebuah catatan pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan. Semoga saja dapat terkabulkan. Masa depan masih terpampang luas baginya dan orang-orang yang senasib sepertinya.

  • Bagikan

Saya bahagia jika Anda menanggapi artikel ini!