Santri Milenial – Mendengar kata “santri”, pasti yang terbayang pertama kali di pikiran adalah seorang remaja muda-mudi penuntut ilmu agama. Yang pemuda bersarung, baju takwa, dan sebuah kopiah bertengger kokoh di kepalanya. Sedangkan yang pemudi berkerudung, berbusana Islami yang menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan serta tidak menampakkan lekak-lekuk tubuhnya.
Kala dipanggil, keduanya menjawab dengan bahasa halus seperti nggeh (Jawa), engkhi (Madura), atau bahasa Indonesia tapi dengan intonasi lembut menyejukkan hati. Selalu menebar senyum saat berpapasan muka dengan lawan bicara. Bila bertemu orangtua, guru, ataupun kiai, seketika mereka langsung mengecup punggung tangan beliau dengan takzim, berbicara sopan, cekatan bila ada hal yang perlu dilakukan, dan taat pada perintah beliau tanpa ada kata “tapi”. Santun gerak-gerik mereka, menyentuh kalbu para orangtua. Sesuai dengan petikan dawuh Imam Sufyan bin Uyainah, “sikap baik kepada orang lain itu sederhana: raut muka sumringah dan tutur kata ramah”. Mereka terbiasa hidup mandiri, karena sejak menyandang status “santri”, sudah meninggalkan rumah, keluarga, dan hidup serba sendiri di pesantren. Senada dengan penggalan puisi Gus Mus berjudul “Kami Santri”, Dengan mengenyampingkan kerinduan ibu ayah, Kami datang memungut perser perser barokah, Berbalut kain peninggalan si mbah, mengideologikan petuah petuah ilah.
Di pesantren, mereka juga fokus mendalami berbagai macam ilmu Islam seperti Fikih, Tauhid, Balaghoh, Nahwu, Hadits, Tafsir, dan pelbagai disiplin ilmu lainnya yang berkaitan dengan dunia Islam. Andaikata disuruh mempresentasikan ilmu-ilmu di atas, mereka langsung maju berdiri menjelaskan secara gamblang layaknya seorang dosen menerangkan pelajaran di universitas. Baca kitab, oke. Mendaras al-Quran dengan tartil, jago. Atau punya bakat yang beraneka ragam seperti pidato, mengukir tulisan kaligrafi, vokal bershalawat, seni menabuh rebana, pencak silat, dan sebagainya.
Tentu, santri harus tidak ketinggalan zaman. Mulai dari gadget yang layak perubahan zaman, hingga kendaraan atau alat transportasi yang memadai. Nah, dari pada bingung mencari penyedia pennyewaan kendaraan mewah, kami menyarankan kepada santri milenial untuk mencoba penyedia sewa alphard tangerang, yang tentunya murah dan berkualitas. Berikut harga yang ditawarkan:
Apa itu Milenial?
Mari kita kembali ke pembahasan. Masalahnya sekarang saat mendengar kata “milenial”, yang terbayang di pikiran adalah hal-hal canggih nan modern. Seperti para vokalis dan musisi yang sering nongol di Youtube dan televisi, baik video klip maupun tampil di panggung. Mereka sajikan suara emas nan merdu dalam lagu, diiringi permainan alat musik penuh irama ritmis dan nada yang melodius. Juga kaum aktor aktris yang bergelimang harta berkat akting memukau mereka di layar lebar. Jadi bintang iklan di mana-mana, konsisten berpenampilan dengan gaya stylish dan fashionable.
Atau bangsa karyawan dan reporter yang setiap kali kaki melangkah, mikrofon dan kamera canggih selalu berada di genggaman mereka. Merekam dan memotret peristiwa atau tragedi bersejarah serta mewawancarai narasumber dengan ribuan pertanyaan. Lalu merangkainya menjadi sebuah tulisan berbentuk berita, artikel, opini dan dimuat di berbagai media massa seperti koran, majalah, tabloid, website Google, dan semacamnya. Atau bahkan langsung ditayangkan di layar televisi di hadapan jutaan para permisa yang menonton. Tak lupa, para cerpenis, novelis, dan komikus yang mengarang karya tulis fiksi yang dramatis sekaligus seru. Di koran harian Kompas dan Republika, aplikasi Wattpad, atau di Line Webtoon Comic dan Ciayo Comic
Begitu juga para youtuber dan selebgram yang kreatif meng-upload video dengan konten-konten asik di channel Youtube atau Instagram mereka. Keahlian akting dan editing mereka berhasil menggaet lebih dari ratusan ribu viewer, subscriber, dan follower. Tak ketinggalan, para muda-mudi dengan smartphone terkini selalu tergenggam di tangan mereka. Eksis di Instagram, Path, Snapchat, Twitter dan semacamnya serta rutin memposting foto-foto mereka saat mengunjugi berbagai tempat eksotis di akun media sosial. Bahkan tak jarang, juga bikin vlog di Youtube.
Menghubungkan Kata Santri dan Milenial
Jika kita bandingkan antara “santri” dan “milenial” sesuai dengan gambaran di atas, tentu sangat kontras alias beda jauh. Santri yang terkenal lembut, sederhana, dan religius bila disandingkan dengan milenial yang modern, gaul, gemerlap, dan mendunia, bagaikan planet Venus dan Neptunus. Tak ada kesamaan sama sekali.
Namun, di era serba teknologi ini, mulai muncul di permukaan, istilah “Santri Milenial”. Bahkan makhluk jenis ini sudah banyak bermunculan di berbagai pesantren nusantara. Bagaimana bisa “santri” dikombinasi dengan “milenial” padahal keduanya sangat bertolak belakang? Jawabannya, tentu saja bisa. Dan jangan bingung! Karena dalam artikel ini, kita akan membahas, mengapa dan siapa itu “Santri Milenial”?
Pertama-tama kita harus tahu, apa itu santri dan apa itu milenial. Mari kita mulai dari “santri” terlebih dahulu.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), santri adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, orang yang saleh. Juga Almagfurlah KH. Hasani Nawawi Sidogiri berdawuh, bahwa santri itu orang yang berpegang erat pada al-Quran, mengikuti sunah-sunah Rasulullah, dan teguh pendirian alias tidak tolah-toleh kanan kiri, melainkan hadap ke depan lurus di jalan yang benar.
Sebuah Kesimpulan Mengenai Santri Milenial
Diambil dari dua definisi santri di atas, bisa kita simpulkan, bahwa santri itu sangat taat dan takwa pada perintah agama, baik wajib maupun sunah. Meski melanggar secuil saja, mereka tak berani. Selaras dengan QS. Al-Hujurat(13:[49]) (artinya): “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa”. Meski digoda setan, ditimpa cobaan, dipengaruhi doktrin sesat, dihujani olokan pedas para haters, hati dan iman mereka tetap tak tergoyahkan. Pandangan mata tak mau berpaling dari arah depan. Setia lurus ke arah yang benar, walau di kanan kiri begitu menggiurkan. Tak menghiraukan ajakan maksiat, walau penuh resiko dan ancaman. Karena prinsip mereka, “Selagi dalam kebenaran, biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.”
Tak lupa, mereka juga seorang pelajar. Memasuki dunia keilmuan Islam dan menguasainya. Mempraktikkan pengetahuannya di kehidupan sehari-hari dan mengajarkan kebenaran pada rakyat awam. Jadi panutan masyarakat dan rujukan utama bila ingin bertanya lebih mendalam tentang Islam. Serta membimbing sanak famili dan kerabat mereka menuju jalan penuh kebaikan. Sebagaimana QS. At-Tahrim : 06(artinya): “Wahai orang-orang beriman! Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Istilah Milenial
Sekarang kita beralih ke “milenial”. Istilah “milenial” diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika Serikat: William Strauss dan Neil Howe. Milenial merupakan sebutan bagi salah satu generasi dari beberapa generasi yang sudah ada di bumi sejak dahulu. Istilah ini diserap dari kata “milenium” yang menurut KBBI adalah masa atau jangka waktu seribu tahun, peringatan atau perayaan yang ke-1000, hari ulang tahun ke-1000.
Berarti, kalau “milenial” dihubungkan dengan definisi di atas, dan disematkan pada sifat orang menjadi “orang yang milenial”, maka milenial itu orang yang hidup di tahun 2000-an, baik masa kecil, remaja, ataupun dewasa, yang penting bukan tua. Karena kalau tua sebentar lagi akan mati. Elwood Carlson, dalam bukunya yang bertajuk The Lucky Few: Between Generation and the Baby Boom, menyebutkan bahwa generasi milenial adalah manusia yang lahir di kisaran tahun 1983 s/d 2001 M. Namun, batasan tahun ini tidak menjadi ketetapan permanen yang tak bisa diganggu gugat. Karena para ahli dan peneliti lain berpendapat bahwa generasi milenial mulai ada sejak awal 1980-an hingga awal 2000-an. Jadi, bila ada orang kelahiran 1981 atau 2006 M misalkan, maka bisa dikatakan mereka juga termasuk generasi milenial.
Generasi ini punya beberapa pembeda dengan generasi sebelumnya. Namun, secara umum mereka memiliki tiga ciri khas. Sebagaimana dilansir oleh Wikipedia, 1) lebih akrab dan cakap dalam bidang teknologi. Kenyataannya bisa dilihat dari keseharian kita. Yang jadi maestro dalam game online di smartphone atau PC, tentu anak remaja sekolahan atau kuliahan. Yang ahli sekaligus berkecimpung di dunia jurnalistik, desain, dan perkantoran, serta selalu berkutat dengan kamera, komputer, internet, editing, grafis visual, dan sebagainya, tentu orang dewasa umur 20 atau 30-an. Para kakek nenek dan buyut jarang sekali yang tahu atau bahkan tak tahu sama sekali. Walau hanya sekadar hal remeh seputar aplikasi HP seperti “apa itu Mobile Legend?”, “cara posting foto di Instagram?”, atau “cara kirim pesan via Whatsapp?”.
2)Pecinta kebebasan dan rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin mengeksplorasi hal-hal di sekeliling mereka dan memutuskan sendiri apa yang terbaik untuk diri mereka. Seperti kaum vlogger, traveler, dan backpacker yang rela merogoh kocek setinggi langit demi mengunjungi berbagai macam tempat unik nan viral, baik di nusantara maupun manca negara. Atau para santri kala liburan pesantren, tak jarang mereka sisihkan hari-hari libur mereka dengan jalan-jalan ke luar kota bersama para teman dan kawan. Juga banyak kawula muda yang lebih memilih calon kekasih pilihan sendiri daripada dijodohkan orangtua.
3)Suka hal yang simpel dan praktis. Lihat saja perkembangan teknologi yang begitu pesat di milenium ini. Menghasilkan jutaan fasilitas penunjang aktivitas manusia. Menanak nasi? Cukup pakai rice cooker. Tekan tombol, duduk manis, tunggu tiga puluh menit, selesai. Menyalin tulisan untuk dibagikan ke orang banyak? Tak perlu ditulis ulang. Sekadar fotokopi di toko percetakan, bayar murah, beres. Perut lapar ingin makan? Tak usah repot naik motor ke restoran tujuan. Hanya dengan segenggam HP, buka aplikasi GO-JEK, tekan GO-FOOD, tunggu sejenak, ”ting tong,” bel rumah berbunyi, makanan datang. Dan masih banyak contoh lainnya.
Oke, setelah mengetahui santri dan milenial, mari kita bahas inti dari artikel ini: siapa itu santri milenial?
Kata “santri” dan “milenial” tentu bisa digabung. Karena memang, keduanya punya ciri-ciri yang bisa disatukan sekiranya tidak ada pertentangan di antara keduanya. Sehingga, dapat dipahami secara mudah bahwa santri milenial itu santri yang lahir di sekitar awal 1980-an hingga 2000-an, alim dalam masalah ilmu agama, berakhlak karimah, mahir dalam bidang teknologi digital dan media komunikasi serta memanfaatkannya untuk kemaslahatan Islam bukan diselewengkan pada kebatilan. Atau kalau diringkas lagi, santri yang berperilaku modern tapi tidak sampai keluar dari koridor syariat.
Ibarat internet, teknologi, dan segala sangkut pautnya adalah meriam raksasa. Pelurunya adalah hasil karya si penembak. Dan sasarannya adalah manusia di seluruh dunia. Orang-orang yang tidak pernah mondok, cerdas dalam mengoperasikan meriam itu. Menciptakan peluru sesuai dengan kreativitas dan pemikiran mereka. Lalu ditembakkan kepada sasarannya. Kenyataannya, merekalah yang mendominasi dan paling banyak menembak. Hingga spesies manusia yang jadi sasaran menikmati, terpengaruh, dan terbiasa dengan peluru hasil karya mereka. Masalahnya, peluru-peluru itu tak jarang berisi hal-hal yang menyalahi syariat Islam seperti pacaran, buka aurat, berkata jorok, minuman keras, zina, prank yang kelewat batas, dan sebagainya. Atau bahkan menyimpang dan menyesatkan dari Islam yang lurus seperti Syiah, Wahabi, Liberal, dan semacamnya.
Peran Santri
Nah, di sinilah peran santri milenial dibutuhkan. Mereka nyantri di pesantren, ilmu agama mapan, sekaligus pandai menggunakan meriam. Dibuatlah oleh mereka peluru yang berisi karya-karya kreatif yang menarik tapi tidak sampai keluar batas peraturan agama. Lalu ditembakkan ke segala penjuru dunia. Pemahaman mudahnya dari perumpamaan di atas, santri milenial itu pintar memainkan teknologi tapi juga dibekali dengan ilmu agama yang mumpuni. Di antara contoh isi peluru itu, mungkin ada santri yang 1)menulis artikel ilmiah sebagai pembenaran Islam Ahlus Sunah wal Jamaah dan bantahan atas aliran-aliran sesat lainnya, 2)mengarang cerpen tentang kehidupan pesantren dan seluk beluknya, 3)menerbitkan novel tentang perjuangan dakwah seorang santri di luar benua atau di negeri antah berantah, 4)merilis komik tentang percintaan Islami tanpa pacaran, buka aurat, dan hal yang dilarang lainnya, sebagaimana Allah berfirman (artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’ [17]:32), 5)memposting video komedi di Youtube atau Instagram tentang cara melaksanakan sunah-sunah Nabi, 6)mengadakan acara TV yang menayangkan ceramah dan tanya jawab seputar problematika keseharian seputar agama, 7)menciptakan lagu yang bersenandung tentang sifat terpuji sang Nabi dan ajakan untuk mencintai beliau, 8)membuat film layar lebar tentang perjuangan kiai bersama kaum santri memerjuangkan kemerdekaan Indonesia, dan contoh-contoh lainnya.
Sebagai penutup, santri milenial merupakan striker terdepan penyelamat kaum sarungan. Memusnahkan anggapan bahwa santri itu cuma bisa ilmu agama tapi “gaptek”(gagap teknologi). Padahal di milenium kedua masehi ini, kaum santri mulai mengubah jati diri mereka dan menjelma menjadi santri milenial yang mampu menyaingi para cendekiawan luar yang tak penah nyantri, baik dalam kancah nasional maupun internasional.