Bagaimana Tradisi Maulid di Tempatmu?

  • Bagikan
bagaimana tradisi maulid di tempatmu

Hai para sahabat Bendera Aswaja, bagaimana kabarnya semua? Kali ini kami akan menanyakan kepada kalian perihal bagaimana tradisi maulid di tempatmu? Mengapa demikian? Karena tradisi maulid antar wilayah belum tentu sama. Berikut kami akan mengulasnya.

Memperingati hari kelahiran Nabi atau yang sering kita kenal dengan muludan merupakan salah satu tradisi yang melekat di kehidupan kita. Acara yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal ini sudah kita hafal di luar kepala bahkan oleh anak-anak kecil sekalipun. 

Bentuk pelaksanaannya variatIf yakni daerah yang satu berbeda dengan daerah yang lain. Misalnya,  muludan daerah Jawa tidak sama dengan bentuk muludan daerah Madura. Daerah Jawa biasanya merayakannya satu kali yakni hanya tepat pada malam 12 Rabi’ul Awal dan dirayakan bersama-sama di masjid, sedangkan daerah Madura tidak hanya merayakan pada malam 12 Rabi’ul Awal bahkan tiap-tiap kepala keluarga merayakannya di rumah mereka masing-masing secara bergiliran. Bagaimana tradisi maulid di tempatmu?

Umat Islam merayakan Perayaan ini  dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sedehana maupun dengan cara yang cukup meriah. Mengapa mengadakan hal semacam ini dengan cara meriah? Tidak lain, karena dinilai menjadi Investasi mereka untuk akhirat kelak. Dengan merayakan maulid, bagi mereka tidak ubanhnya melakukan Trading yang nantinya akan membuahkan hasil positif. Mengingat, ini merupakan pembacaaan shalawat, barzanji, dan pengajian-pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi hari-hari bulan itu. Namun, masalahnya jarang dari kita yang sudah mengetahui dalil-dalil diperbolehkannya mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Untuk itu kitab ini hadir sebagai pegangan bagi umat Islam yang masih belum mengetahui dalil-dalil diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain itu, kitab ini juga bisa dijadikan untuk membentengi diri agar tidak terpengaruh oleh faham-faham yang salah seperti yang terdapat dalam buku bacaan yang menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi itu bid’ah sayyiah.

Menanggapi pertanyaan bagaimana hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Imam Jalaluddin menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana yang telah beliau tuturkan dalam al-hawi  Lil-Fatawi: “menurut saya bahwa asal Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Quran, dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang mereka lakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi  pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia”.

Sesungguhnya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah Hadis diriwayatkan:

عن أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم سئل عن صوم الإثنين فقال فيه ولدتُ وفيه أنزل عليّ. (صحيح مسلم , رقم 1977)

“Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW penah ditanya tentang puasa senin. Maka beliau menjawab “ Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”.

Dalam kitab ini juga disebutkan siapa perintis perayaan Maulid Nabi SAW, dan bagaimana hukum berdiri ketika membaca shalawat yang sering kital kenal dengan mahallul-qiyam. Kedua hal tersebut juga penting untuk kita ketahui, terutama mengenai hukum berdiri ketika membaca shalawat, karena ada sebagian orang yang mengatakan bahwa berdiri ketika membaca Shalawat adalah bid’ah sayyiah

  • Bagikan
Exit mobile version